Memilih sekolah untuk anak itu gampang-gampang susah. Baik untuk pra sekolah apalagi untuk sekolah
dasar. Tahun ini anak kedua saya, Danesh (6 tahun) akan masuk SD. Cepatnya
waktu berlalu ya. Rasanya baru kemarin dia marah karena disapih, baru kemarin
dia nangis pas awal-awal diantar ke sekolahnya, tau-tau sudah mau SD saja. Saya
memilih memasukkan Danesh ke sekolah yang sama dengan kakaknya, Indira (7
tahun). Selain memudahkan saya untuk urusan antar-jemput, sejauh ini saya cukup
puas dengan kualitas sekolah dan tim pendidiknya. Jadi untuk urusan sekolah
sampai 6 tahun kedepan Insya Allah aman (kecuali tiba-tiba kita harus hijrah
lagi, itu urusannya akan beda lagi).
Yang ingin saya bahas sekarang ini adalah bukan memilih
sekolah dasar sih sebenarnya, tapi memilih pra sekolah untuk anak-anak di usia
dini. Apa saja sih yang harus diperhatikan? Dan sebenarnya seberapa penting pra
sekolah itu untuk anak usia dini?. Tapi
sebelumnya tidak bosan-bosan saya ingatkan lagi, artikel ini 100 % adalah opini
dari sudut pandang saya sebagai orangtua. Setuju atau tidak setuju, kembali
lagi ke masing-masing pribadi.
SEKOLAH USIA DINI,
YAY OR NAY?
Kalau pertanyaan itu untuk saya maka jawabannya adalah bisa
yay, bisa juga nay. Tergantung kebutuhan. Dulu kedua anak pertama saya (Indira
& Danesh) saya masukan sekolah diumur 2,5 tahun & 2 tahun. Kenapa ?
Karena dulu kita tinggal di apartemen yang ruang lingkupnya sangat kecil,
anak-anak butuh wadah yang lebih besar dari sekedar 27 m2. Dan untungnya saya
menemukan sekolah yang benar-benar cocok untuk kebutuhan anak saya saat itu.
Walau sayangnya kemudian kita harus pindah ke Pekan baru sehingga anak-anak
tidak menyelesaikan sekolah mereka disana. Tapi keputusan saya memasukkan
Indira-Danesh di usia dini saya rasa keputusan yang tepat.
Lalu apakah Shanaz (2 tahun) akan dimasukan sekolah di usia
dini juga? Jawabannya tidak. Kenapa? Dari segi kebutuhan, Shanaz berbeda dengan
kedua kakanya. Saat ini fokusnya Shanaz adalalah mengejar keterlambatan
mendengarnya agar umur pendengarannya sama dengan umur biologisnya. Tujuan
utama saya saat ini untuk Shanaz adalah terapi AVT (Audio Verbal Therapy) dulu.
Terlebih lagi Karena disini saya tidak (atau belum) menemukan sekolah yang benar-benar
sesuai kriteria yang saya inginkan.
Jadi, kesimpulannya apakah memasukan anak sekolah di usia
dini penting atau tidak? Hanya orangtuanya lah yang bisa menjawabnya. Jika
dirasa kita adalah orangtua yang cukup kreatif, bukan hanya sekedar punya waktu
banyak bersama anak tapi juga mampu menghabiskan waktu berkualitas, saya rasa
sekolah bisa menunggu. Lebih baik habiskan waktu dulu bersama di rumah saja.
Tapi jika ternyata kita punya kesibukan lain di luar sana, daripada anak
dititip ke pembantu, sekolah mungkin bisa jadi pilihan sebagai perpanjang
tangan kita dalam mengasah umur keemasan mereka.
HAL YANG HARUS
DIPERHATIKAN DALAM MEMILIH PRA SEKOLAH
Menurut saya ada beberapa hal-hal yang harus benar-benar
diperhatikan sebelum memutuskan memasukkan anak kita ke sekolah tersebut.
Memilih sekolah sama halnya seperti memilih sahabat. Selain cocok-cocokan,
tentu lah mempunyai visi dan misi yang sama adalah kunci utama. Kalau dari awal
saja tujuannya beda, bagaimana bisa ‘akur’ ke depannya nanti?
Tim pendidik juga hal lain yang wajib diperhatikan. Sekolah yang ideal adalah sekolah yang bisa menjalin komunikasi dengan baik antara orangtua dan guru. Orangtua dan guru harus berada di garis sejajar. Tidak bisa hanya Karena kita sudah membayar, lalu menganggap guru adalah ‘pelayan’ yang harus melayani setiap kebutuhan anak kita. Atau begitu pula sebaliknya, seorang guru hanya memposisikan anak kita sebatas kewajiban yang harus dia jaga selama orangtua nya sudah membayar SPP tepat waktu.
Tim pendidik juga hal lain yang wajib diperhatikan. Sekolah yang ideal adalah sekolah yang bisa menjalin komunikasi dengan baik antara orangtua dan guru. Orangtua dan guru harus berada di garis sejajar. Tidak bisa hanya Karena kita sudah membayar, lalu menganggap guru adalah ‘pelayan’ yang harus melayani setiap kebutuhan anak kita. Atau begitu pula sebaliknya, seorang guru hanya memposisikan anak kita sebatas kewajiban yang harus dia jaga selama orangtua nya sudah membayar SPP tepat waktu.
Guru dan orangtua harus seiya, sekata, sebahasa dan se-se
lainnya. Danesh pernah lho tidak mau makan mi karena kata gurunya kalau makan
mi harus dengan nasi. Lah sedangkan saya adalah penganut paham karbo bukan
hanya nasi, ada pasta, mi, kentang, gandum, roti, ubi, dan lain sebagainya.
Selama karbohidrat, protein dan seratnya seimbang, silahkan cari pengganti
karbo lainnya selain nasi. Dan tentu ini sangat menyulitkan saya ketika menu di
rumah adalah mi goreng tapi Danesh malah mintanya dimakan pakai nasi.
Itulah kenapa seiya, sekata sangat lah penting. Karena
selain meminimalkan kebingungan si anak, terkadang anak-anak lebih nurut sama
gurunya daripada sama orangtuanya. Apalagi untuk hal-hal yang sifatnya
prinsipil seperti metode belajar, target pembelajaran dan lain-lain tentu akan
lebih sulit lagi jika ada perbedaan antara orang tua dan guru.
Untuk fasilitas dan mainan menurut saya ini bisa jadi
penting dan tidak penting. Menjadi tidak penting apabila gurunya cukup kreatif
menjadikan suasana belajar se-menyenangkan mungkin. Tapi disaaat bersamaan mainan
tentu menjadi penting sebagai media belajar anak. Saya termasuk tipe orangtua
yang percaya satu-satunya cara belajar terbaik untuk anak usia dini adalah
bermain. Karena memang begitu lah fitrahnya.
Coba sebut satu permainan yang tidak ada manfaatnya untuk
anak? Ketika bermain peran, mereka melatih imajinasi mereka, melatih
bekerjasama bermain dengan temannya, ,melatih tata bicara dan menambah
perbendaharaan kosakata. Ketika mereka bermain jahit jelujur, mereka melatih
motorik halus mereka, melatih melemaskan jemari mereka agar nanti terbiasa
ketika sudah mulai belajar menulis. Ketika bermain bola, mereka melatih
sportivitas, melatih motorik kasarnya, dan juga menyalurkan energi dari dalam
tubuh mereka sehingga setelah itu mereka bisa jadi lebih tenang dan konsentrasi
belajar di dalam kelas. See? Itu yang saya jembrengin baru 3 lho contohnya. Ada
banyak lagi lainnya permainan yang terlihat hanya ‘hahahihi’ tapi mempunyai
manfaat yang besar untuk anak-anak.
Saya juga termasuk orangtua yang kontra mengajarkan anak
calistung di usia dini. Saya cukup anti dengan les calistung dan sejenisnya.
Tapi kedua anak saya bisa membaca tanpa diajari. Kok bisa? Tentu bisa, Karena
dari mereka kecil mereka selalu saya bacakan buku cerita. Dan saya mendapatkan
tips dari sekolah mereka yang dulu yaitu saat membacakan cerita tunjuk setiap
katanya. Dan itu berhasil. Serius lho.
Bahkan jauh lebih berhasil daripada mengajarkan mengeja kepada mereka. Karena yang ingin saya ajarkan ke mereka
bukan membacanya tapi minat bacanya. Semua anak jika diajarkan pasti bisa
membaca, tapi berapa orang yang punya minat baca yang besar? Not much☹
Maka dari itu saya sangat menghargai guru-guru yang mau
meluangkan waktu membacakan buku cerita ke anak muridnya. Bukan yang hanya
mengajarkan membaca saja. Percaya atau tidak, para guru di sekolah sebenarnya
adalah idola bagi murid-muridnya. Lihatlah bagaimana mata mereka berbinar
ketika bertemu guru nya di sekolah. Jadi tentu saya akan pastikan orang yang
sedang diidolakan oleh anak saya memang lah orang yang pantas diidolakan.
Intinya seperti yang sudah saya sebutkan diatas,
sekolah harus lah menjadi sahabat untuk orangtuanya. Tentu sebagai orangtua
yang kita inginkan adalah sahabat yang benar-benar tulus, bukan hanya
pencitraan di media sosial, bukan pula sahabat yang materialistis yang hanya
meraup keuntungan tanpa memberikan manfaat apa-apa untuk anak kita. Sahabat
yang baik adalah sahabat yang akan selalu kita kenang dan siap kita
rekomendasikan ke orang lain jika ada yang sedang mencari sekolah untuk
anaknya. So selamat mencari sahabat buibu. Semoga menemukan yang sesuai dengan
pilihan hati ya..
Anak-anak udah pada gedeeee..selamat jadi kakak SD Danesh, dan selamat bersenang2 dengan bunda bersama terapinya ya Shanaz *mmuah
ReplyDeleteaku liat kematangan anakku mba jd aku blm sekolahkan hawatir mengganggu tmn2nya ataupun gurunya jika sdh terlihat siap baru akan aku sekolahkan ☺️
ReplyDeleteSaya udah membacakan buku cerita dg metode nunjuk perkata sejak dia umur 2tahun, sekarang anaknya udah 5th, dan msh belom bs membaca 😢 tp dy hafal semua isi cerita buku2 yg pnh saya bacain, jd seolah2 dy bs baca 😂
ReplyDeleteartikel bagus mbak... trimakasih infonya!
ReplyDeleteSaya juga cari sekolah yang sesuai dengan chemistry anaknya, dan maunya untuk preschool yang main2 aja dulu. Alhamdulillah ketemu yang sealiran, dan anaknya sering nggak mau pulang sekolah :D
ReplyDelete