Beberapa bulan yang lalu saya,
suami dan anak-anak sempat berjalan-jalan ke salah satu ikonik Jakarta di
bagian sebelah utara, yaitu Museum Bank Indonesia. Sebagai turis gadungan
(dibilang turis tapi ber-ktp Jakarta, dibilang bukan turis kan saat itu domisilinya
bukan di Jakarta ) jalan-jalan ke kota tua ini menjadi sensasi tersendiri. Dan
jujur sebenarnya ini pertama kalinya kami main ke kota Tua. Yaaah pernah sih ke
stasiun kereta api nya tapi cuma numpang lewat saja. Apalagi dulu kan para
kaka masih pinyik, jadi belum begitu paham kalau diajak ke tempat seperti ini.
Kalau sekarang sih edu-vacation seperti ini sudah masuk ke dalam daftar yang
harus dilakukan.
Tujuan ke Jakarta saat itu
sebenarnya bukan lah murni sedang liburan, tetapi karena Shanaz akan melakukan
operasi telinga.
Untuk memudahkan beberapa
prosedural yang harus diikuti pra operasi kita memutuskan saat itu untuk
menginap tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat Shanaz dioperasi. Pilihan kita adalah Hotel Mercure Cikini
(nanti akan saya update untuk link resensi pengalaman menginap disini ya). makanya kemudian setelah urusan rumah sakit selesai akhirnya kami memilih untuk berjalan-jalan sejenak, sekaligus memberikan
semacam ‘upah’ buat para kaka karena sudah mau ikut menemani ade Shanaz selama
melakukan beberapa pemeriksaan di RS. Dan seperti yang sudah disebut diatas pilihan
kita jatuh kepada MUSEUM BANK INDONESIA.
Museum bank Indonesia sebenarnya tidak lah stroller-friendly (mungkin karena memang tidak diperuntukkan untuk bayi juga kali ya). Kita sedikit mengalami kesulitan saat hendak membeli tiket masuk karena loket pembelian tiket berada di lantai 2. Sayangnya museum ini juga tidak meyediakan fasilitas lift sehingga satu-satunya akses hanya bisa dilalui dengan tangga saja. Akhirnya saat itu terpaksa stroller Shanaz kita lipat dan kemudian digotong naik ke atas.
Setelah membeli tiket, stroller
dan tas (kecuali barang berharga) harus dititipkan di tempat penitipan barang di
depan pintu masuk. Harga tiketnya cukup murah lho, hanya Rp 5000 untuk
anak-anak dan dewasa dan dibawah 3 tahun tidak dipungut biaya masuk.
Museum ini dibuka setiap hari, dari pukul 09.00 sampai dengan 17.00 WIB
koridor ruangan kasir |
Koridor pertama yang kita temui
adalah ruang kasir. Ada semacam bilik kecil sebagai ruangan tempat proses
terjadinya transaksi keuangan. Seperti hal nya bangunan Belanda pada umumnya,
ruangan ini juga terlihat sangat besar dan luas. Ada banyak patung dan tulisan
tentang sejarah awal terbentuknya bank Indonesia di bagian ini.
Lalu kemudian kita masuk ke
koridor kedua, nah disini ada papan peringatan tidak boleh menghidupkan kamera.
Lalu kita masuk ke dalam ruangan yang sedikit gelap dengan beberapa layar
raksasa di sisi kanan dan kiri nya. Ternyata ada semacam Lorong dengan virtual
koin yang cukup menarik untuk dilihat. Berasa lagi hujan uang saat melewati ke
arah situ.
Setelah itu kita disuguhi lagi
dengan sejarah perdagangan Indonesia. Seperti yang kita tahu Indonesia adalah negara yang kaya dengan
rempah rempah sehingga menarik perhatian para pihak asing dan kapal VOC
mendarat di sunda kelapa. Konon katanya harga bumbu dapur dari Indonesia dijual
bahkan lebih tinggi dari harga emas itu sendiri. Wow banget ya?
kapal penjajah yang mendarat di sunda kelapa |
Ayah olis sedang menjelaskan ke para kaka tentang rempah-rempah |
Tidak jauh dari situ, di bagian
lantai saya melihat ada beberapa seragam baik seragam para pejuang Indonesia maupun seragam
para penjajah dulu seperti seragam prajurit Belanda dan prajurit jepang juga. Baju-baju ini diletakkan di dalam lantai kayu yang kemudian dilapisi oleh kaca bening agar bisa dilihat saat sedang melintas di sekitaran tersebut.
seragam prajurit Belanda |
Dan dari sini saya baru tahu setelah merdeka di tahun 1945, Indonesia belum benar-benar mempunyai mata uang resmi. oleh karena itu ORI (Oeang Republik
Indonesia) digunakan sebagai mata uang sementara. Tidak hanya itu masing-masing daerah juga mempunyai mata uangnya sendiri-sendiri atau disebut ORIDA (Oeang Republik Indonesia Daerah). Baru kemudian di tahun 1949 (4 tahun setelah medeka) Rupiah diresmikan sebagai mata uang Negara Indonesia dan ORI-ORIDA dihapuskan sebagai mata uang Indonesia.
Banyak orang beranggapan kalau Rupiah adalah turunan dari mata uang India, yaitu Rupee. ternyata anggapan tersebut salah. Rupiah diambil dari Bahasa Mongolia yang artinya perak. Karena zaman dahulu uang yang beredar hampir kebanyakan terbuat dari perak (itu lah kenapa dalam bahasa sehari-hari nenek-kakek kita dulu sering menyebut nominal dengan satuan perak bukan rupiah, misalnya 500 perak bukan 500 rupiah).
Dan ternyata Rupee pun diambil dari bahasa yang sama juga dengan arti yang sama, yaitu perak. Jadi Rupiah dan Rupee berada di tingkatan yang sama dengan sumber resapan dari Bahasa yang sama, yaitu Mongolia. Yang membedakannya hanyalah aksen menyebutkannya saja. Indonesia menggunakan H dibelakang karena kecenderungan orang Jawa yang lebih mudah menyebutkan suatu kata dengan akhiran H.
The sisters di dpn poster contoh mata uang ORIDA |
Jenis-jenis ORIDA yang beredar zaman dulu |
Kaya informasi mungkin itu lah kata yang tepat untuk menggambarkan museum bank Indonesia ini. tidak hanya sejarah perdagangan pada zaman penjajahan dulu saja, sejarah bank Indonesia itu sendiri juga dipaparkan dengan jelas. Perubahan logonya dari masa ke masa, struktur organisasi dan lain sebagainya. Sayangnya di dalam museum tidak ada petugas yang menjaga sehingga kita tidak bisa bertanya lebih detail lagi. Berbeda dengan dulu saat kita ke kerajaan Siak dimana para petugas berdiri di bebarapa tempat sehingga mudah jika ingin bertanya sesuatu.
Saat kami berkunjung kemarin juga banyak sekali anak-anak sekolah yang sepertinya sedang melakukan tugas sekolah mereka tentang Museum Bank Indonesia ini. Museum ini memang cocok sekali untuk
anak-anak yang sudah lebih besar dan tertarik dengan sejarah.
Setelah selesai berjalan-jalan lalu kami memutuskan untuk istirahat siang dan makan di kantin. Mengejutkan ternyata kantinnya tidak seperti yang saya bayangkan. Awalnya saya pikir yang namanya kantin pastilah hanya sebatas warung makan
seadanya. Ternyata dugaan saya salah. Kantin ini sangat rapi dan lebih mirip
café sebenarnya. Makanan yang dijual juga sangat khas Indonesia, ada ayam
penyet, ayam sambal matah, indomi dan lain sebagainya. Harganya yang sangat
bersahabat ternyata tidak membuat kualitas rasa
makanannya menjadi dibawah rata-rata. Makanannya menurut saya sih masuk
dalam kategori endes ya.
Kesimpulannya yang bisa diambil
dari perjalanan kemarin adalah museum Bank Indonesia adalah tempat wisata yang
bisa menjadi alternatif untuk liburan anak ketika sedang di Jakarta. Terutama untuk anak-anaknya sudah mulai besar agar bisa belajar tentang sejarah perbankan di Indonesia. Terutama lagi jika
suaminya juga sangat suka dan paham tentang sejarah jadi bisa membantu
menjelaskan ke si anak di setiap sudut museum tersebut. Karena jujur kalau
ditanya saya, satu-satunya bagian dari
museum ini yang saya pahami dan menarik perhatiannya saya hanya lah bagian kantinnya saja. :-D
Aku baru tau kalau Rupiah diambil dari bahasa Mongolia. Soalnya dari dulu kan dibilang dari Rupee India kayak Mbak Cerna cerita kan. Pengetahuan baru niy
ReplyDeleteBakalan jadi tempat wajib dikunjungi nih kayaknya kalo ke Jakarta nanti
Wah ini salah satu museum favoritku di Jakarta selain Museum Nasional. Selain koleksinya yang edukatif, gedung dan fasilitasnya juga bikin nyaman banget buat explore.
ReplyDelete